Hadiri Ritual “Karia”, UB Minta Masyarakat Muna Junjung Terus Kearifan Lokal

Ketua Yayasan Seni dan Budaya Lakilaponto, Umar Bonte minta masyarakat Muna terus menjaga dan menjunjung kearifan lokal suku Muna, Khususnya yang mendiami Kota Kendari. Hal itu disampaikannya dalam acara “Karia” atau pingitan yang digelar di Kelurahan Mandonga,  Kota Kendari, Kamis,  6/9/2018.

Menurutnya, upacara adat “Karia” tidak harus dilakukan di tanah kelahiran Muna, Kabupaten Muna, akan tetapi dapat terus dilakukan meski di luar Kepulauan Muna. Sebab, dalam adat suku Muna, se­tiap anak perem­puan yang akan mema­suki usia re­maja di­wa­jibkan un­tuk men­jalani tra­disi pin­gi­tan (Karia) se­lama em­pat hari em­pat malam, dua hari dua malam, atau se­hari se­malam ter­gan­tung ke­sep­a­katan an­tara penye­leng­gara karia den­gan tetua adat (po­man­toto), atau dis­esuaikan den­gan tingkat sosial atau kasta dalam masyarakat Muna.

Bacaan Lainnya

“Yang pasti masyarakat Muna harus bangga dengan budaya tersebut,  dan harus terus dilestarikan sepanjang peradaban masyarakat Muna, ritual Karia ini filososfinya menjaga dan memuliakan harkat martabat perempuan,” ungkapnya.

Sementara itu,  Tokoh adat masyarakat Muna, La Hole SH yang juga orang tua ke lima anak yang melakukan pingitan saat itu menjelaskan, tradisi Karia atau pingitan dalam suku Muna merupakan ritual yang menunjukan dewasanya anak perempuan Muna, selain itu ritual karia juga diperuntukan bagi anak perempuan yang hendak menikah.

“Ini sudah melekat sejak dahulu. Kariya atau pingitan adalah proses pendewasaan, untuk kelima anak saya ini akan dipingit selama dua hari dua malam ditempat tertutup dan hanya pakai lampu lilin, selama itu juga ada orang tua yang akan masuk keruangan itu bergantian memberi nasihat dan petua petua,  agar mereka tau bagaimana menjadi perempuan yang baik, menjadi dewasa, dan bagaiamana berumah tangga,” jelasnya.

Untuk diketahui,  Karia adalah upacara adat bagi masyarakat Muna yang pertama diadakan pada masa pemerintahan Raja La Ode Husain yang bergelar Ompute Sangia terhadap putrinya yang bernama Wa Ode Kamomo Kamba. Menurut kaidah bahasa Muna bahwa karia berasal dari kata ‘kari’ yang artinya: sikat atau pembersih, penuh atau sesak. Pemaknaan dari simbolik nokari atau penuh, bahwa perempuan yang dikariya telah penuh pemahamannya terhadap materi yang disampaikan oleh pemangku adat atau toko agama, khususnya seluk beluk yang berkaitan dengan rumah tangga. Sedangkan makna secara kongkrit bahwa kata kariya (Muna) berarti ribut atau keributan dan kariya adalah ramai atau keramaian. (AK)

*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait