Tunjuk Polisi Jadi Plt Gubernur, Pengamat: Mendagri Sesat Pikir

Kendari, (SultraDemoNews) – Penunjukkan dua orang jenderal polisi aktif sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur pada dua provinsi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menuai polemik.

Tak sedikit pihak yang mempertanyakan keputusan Mendagri tersebut. Salah satunya adalah akademisi sekaligus praktisi hukum Universitas Muhammadiyah Kendari, Hariman Satria.

Bacaan Lainnya

Menurutnya, penunjukkan tersebut mencederai semangat reformasi di tubuh Kepolisian maupun TNI yang selama ini telah dilaksanakan hampir dua dekade.

“Ini mencederai spirit reformasi di tubuh kepolisian atau TNI. Suatu langkah mundur, bukan langkah maju. Keputusan tersebut patut disesali,” ungkap Hariman saat dihubungi oleh media ini via telefon selulernya pada Senin (29/1).

Hariman menyebut, penunjukkan anggota polisi aktif sebagai Plt Gubernur telah bertentangan dengan Undang-Undang Kepolisian.

“Secara normatif Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian, secara implisit menekankan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar Kepolisian jika telah mengundurkan diri atau pensiun,” imbuhnya.

“Sampai di sini saya menilai Mendagri telah mengalami sesat pikir sebab ia berpatokan pada Permendagri Nomor 1 tahun 2018 tentang cuti di luar tanggungan negara,” lanjutnya.

Di dalam Pasal 4 ayat (2) Permendagri disebutkan yang menjadi pejabat Gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya atau setingkat di lingkup pemerintah pusat atau provinsi.

“Dari dasar inilah kemudian Mendagri mengasumsikan bahwa perwira tinggi Polri merupakan jabatan yang setingkat dengan pimpinan tinggi madya.

Seharusnya ia berlogika seperti ini, pada jabatan Plt atau Pj Gubernur harus dari jabatan pimpinan tinggi madya yang berasal dari kalangan sipil sebagaimana diatur dalam Pasal 201 ayat (10) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada),” ungkap kandidat Doktor pada salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta tersebut.

Pimpinan tinggi madya ini, lanjutnya, merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri atau daerah yang bersangkutan.

Kedudukan UU Nomot 10 tahun 2016 jauh lebih tinggi ketimbang Permendagri 1/2018, maka berlakulah asas lex superior derogat legi inferiori.

“Intinya Mendagri telah sesat pikir. Membuat langkah mundur untuk Kepolisian dan TNI, bukan langkah maju,” pungkas Hariman.

Seperti diketahui, sebelumnya Mendagri dengan alasan kerawanan, telah menunjuk dua orang perwira tinggi Polri untuk menjadi Plt Gubernur. Keduanya adalah Irjen Pol M Iriawan yang akan menjadi Plt Gubernur Jawa Barat dan Irjen Pol Martuani Sormin akan menjadi Plt Gubernur Sumatra Utara.

Reporter : Aryani fitriana

 
 
*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait