Kendari, Sultrademo.co – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) kembali mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar rutin setiap pekan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kamis (10/6/2025).
Rakor ini berlangsung secara virtual dan dipusatkan dari Ruang Rapat Biro Perekonomian Setda Sultra.
Rakor kali ini dipimpin langsung Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, dan menghadirkan sejumlah narasumber dari kementerian dan lembaga strategis.
Hadir antara lain Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini; Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi; hingga perwakilan dari Kementerian Pertanian dan Kantor Staf Presiden (KSP).
Dari pihak Pemprov Sultra, turut bergabung jajaran dari BPS daerah, Inspektorat, serta sejumlah dinas teknis terkait.
Dalam arahannya, Wamendagri menyampaikan pesan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian agar pemerintah daerah lebih aktif memaksimalkan belanja untuk menggerakkan ekonomi daerah.
“Pak Menteri menyampaikan bahwa kepala daerah dipersilakan kembali menggelar kegiatan di hotel, tapi tetap dengan memperhatikan urgensi, substansi, dan frekuensi,” ujar Bima Arya.
Kebijakan ini, menurutnya, bertujuan menggairahkan kembali sektor perhotelan dan pariwisata yang sempat terdampak, sekaligus menjaga sirkulasi ekonomi lokal agar tetap hidup.
“Yang penting, roda ekonomi daerah tetap berputar. Kita ingin agar pelaku usaha hotel, katering, dan UMKM juga merasakan manfaat dari aktivitas pemerintahan,” tegasnya.
Dari sisi data statistik, Deputi BPS, Pudji Ismartini, memaparkan bahwa Mei 2025 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,37 persen—angka terendah dalam lima tahun terakhir.
“Biasanya, bulan Mei cenderung inflasi. Tapi tahun ini justru deflasi, ini jadi sinyal menarik untuk kita analisis,” jelas Pudji.
Ia menambahkan, komoditas penyumbang inflasi saat ini didominasi oleh bahan pangan bergejolak seperti tomat, beras, dan timun. Selain itu, tarif pulsa, emas perhiasan, dan kopi bubuk juga ikut memicu tekanan harga.
Dari laporan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) per 5 Juni 2025, tercatat 12 provinsi mengalami kenaikan Indeks Perkembangan Harga (IPH), 1 provinsi stabil, dan 25 lainnya turun.
“Kenaikan IPH ini kebanyakan disebabkan oleh naiknya harga beras dan daging ayam ras,” ujarnya.
Pudji menegaskan, naik-turunnya harga pangan menandakan bahwa sistem distribusi dan ketersediaan pasokan masih belum stabil. Pemerintah pusat dan daerah, katanya, harus bekerja sama memperkuat rantai distribusi.
“Kalau komponen harga bergejolak mendominasi inflasi, itu artinya logistik belum stabil. Ini PR kita bersama,” tegasnya.
Wamendagri juga mengingatkan bahwa pengendalian inflasi harus berbasis data. Ia mendorong kepala daerah untuk menggunakan data dengan tepat dalam menentukan prioritas kebijakan dan anggaran.
“Kita buka ruang untuk kepala daerah menyampaikan masukan strategis. Tapi pastikan keputusan dan belanja dilakukan berdasarkan data yang akurat,” ujar Bima Arya.
Rakor ini kembali menjadi forum penting dalam memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pemprov Sultra sendiri menyatakan komitmen untuk terus mendukung langkah pengendalian inflasi, termasuk melalui kerja sama lintas sektor dan koordinasi aktif dengan pemerintah pusat.
Laporan: Muhammad Sulhijah