Musrenbang, Antara Aspirasi dan Realisasi
Catatan: Andi Hatta M. Paturusi
MUSYAWARAH Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang digelar setiap tahun
sebagai wadah untuk menjaring dan menyaring aspirasi masyarakat terkait kebutuhan dan prioritas pembangunan di daerah masing-masing, namun apirasi dan usulan masyarakat seringkali hanyalah tumpukan harapan yang tak pernah tuntas.
Musrenbang pada dasarnya mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan harapannya kepada pemerintah daerah, sehingga rumusan rancana pembangunan bisa lebih tepat sasaran dan tepat guna.
Dari aspirasi dan harapan masyatakat di berbagai daerah, dari desa, kecamatan hingga kabupaten dan provinsi akan teridentifikasi kebutuhan dan prioritas pembangunan masing-masing daerah yang akan terintegrasi dalam rencana pembangunan daerah.
Namun, dari ratusan atau bahkan ribuan usulan rencana pembangunan dari masing-masing desa dan kecamatan maupun kabupaten pada akhirnya akan disaring secara ketat hingga yang tersisa hanya beberapa poin yang dianggap benar-benar penting dan prioritas.
Penting dan prioritas dalam sudut pandang pemegang kebijakan kadangkala berbeda dari sudut pandang masyarakat. Perbedaan analisa, perspektif dan kepentingan ini melahirkan protes dan unjuk rasa dari masyarakat.
Dari sejumlah aspirasi dan usulan masyarakat ditingkat desa/kelurahan selanjutnya akan diakumulasi pada Musrenbang ditingkat kecamatan mau pun kabupaten/kota dan provinsi.
Pada tingkat kabupaten/kota maupun provinsi akan dipilah dan dikelompokkan masing-masing sektor/parangkat daerah yang selanjutnya dirumuskan perencanaannya oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menjadi Rencana pembangunann jangaka pendek dan menengah serta Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
Bappeda akan mengkoordinasikan antar dinas/perangkat daerah dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah disebut Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daeeah (RAPBD), selanjutkan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk dibahas dan ditetapkan menjadi APBD.
Selain Musrembang juga ada polok pikiran (Pokir) yang merupakan usulan pengadaan barang dan jasa dari anggota DPRD –juga berdasarkan aspirasi masyarakat.
Aspirasi yang terjaring melalui Musrembang dan Pokir melalui reses DPRD bisa saja sejalan tapi juga bisa berbeda obyek dan tujuannya.
Karena aspirasi rakyat terkait pembangunan pada akhirnya bermuara pada anggaran, maka di sini pula titik krusialnya. Tarik-menarik kepentingan tak bisa dihindari bahkan tak jarang menjadi politis.
Jika Musrembang dan pokir menjadi titik tolak rencana pembangunan, mestimya ada tim verifikasi dan tinjaun lapangan yang menjadi obyek aspirasi masyarakat. Selama ini, aspirasi masyarakat yang terangkum dalam musrembang maupun hasil reses anggota dewan hanya sebatas catatan di atas buku sehingga terkesan Muarembang hanyalah formitas dan ritual tahunan.
Tarik-menarik kepentingan akan mulai ramai pada usulan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dalam rumusan Rencana Kegiatan Organisasi Perangkat Daerah, kemudian singronisasi program di Bappeda, pembahasan badan anggaran (Banggar) hingga sidang pleno dan paripurna penetapan APBD.
Di level ini, aspirasi masyarakat yang terdata di tingkat desa dan kecamatan mulai di TIP EX satu persatu, hingga akhirnya yang terakomodasi hanyalah aspirasi kelompok kepentingan, fee proyek dan politik praktis. Akhirnya usulan pembangunan infrastrukur jalan tani dan jalan desa berubah menjadi jalan tol. Usulan pembangunan gedung pendidikan, beasiswa bagi anak-anak kurang mampu berubah jadi studi banding.
Padahal akses jalan yang baik, fasilitas dan jaminan kesehatan, fasilitas pendidikan yang memadai, beasiswa bagi anak-anak kurang mampu merupakan masalah yang sangat prioritas untuk segera dituntaskan.
Pada tingkat pembahasan anggaran ini, masing-masing pihak akan beradu data, beradu argumen tentang pentingnya program kerja yang diusulkan, baik dari pihak perangkat daerah maupum dari pihak DPRD.
Bagaimana pun, kekuatan anggaran sangat mempengaruhi realisasi dari semua aspirasi. Dengan anggaran yang terbatas, maka pemerintah dalam hal eksekutif dan legislatif harus benar-benar menetapkan program pembangunan yang sifatnya prioritas dan berorientasi pada kepentingan publik.
Kalau pada akhirnya banyak aspirasi dan usulan masyarakat yang tidak terakomodir karena keterbatasan anggaran dan sumber saya, maka pemerintah juga harus menjelaskan tentang kenapa dan bagaimana suatu program menjadi skala prioritas.
Karena keberadaan pemerintah sebagai pelayan rakyat, maka sudah seharusnya apa pun program kerjanya semua atas pertimbangan kepentingan rakyat dan negara, bukan kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. *







