Jakarta, Sultrademo.co – Pemerintah terus memperkuat sinergi dalam pengelolaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dan pajak rokok agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat di daerah.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 tentang penggunaan DBHCHT.
Melalui Forum Group Discussion (FGD) antara Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, pemerintah membahas penyelarasan nomenklatur serta definisi operasional dalam penggunaan dana tersebut.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Kemendagri, Chaerul Dwi Sapta, menegaskan pentingnya penyelarasan kebijakan agar dana pajak rokok dan cukai tembakau tidak berhenti di tingkat administrasi, tetapi kembali ke masyarakat melalui program nyata.
“Kita ingin dana dari pajak rokok dan cukai tembakau digunakan lebih tepat sasaran untuk kesehatan masyarakat, peningkatan kesejahteraan, dan penegakan hukum di daerah,” ujar Chaerul, Selasa (11/11/2025).
Chaerul menjelaskan, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa pajak rokok yang mereka bayarkan sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan layanan kesehatan, kampanye hidup sehat, hingga operasi pemberantasan rokok ilegal.
Penataan ulang kebijakan ini juga menjadi bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). UU ini mengatur pembagian dana bagi hasil antara pusat dan daerah agar lebih proporsional dan berdampak langsung bagi masyarakat.
Namun, berdasarkan data Kemendagri, dari 38 provinsi di Indonesia, baru 14 provinsi yang telah menganggarkan pajak rokok untuk pelayanan kesehatan, edukasi, dan penegakan hukum. Karena itu, pemerintah mendorong sinergi lintas kementerian agar pemanfaatan dana semakin optimal, transparan, dan akuntabel.
Sesuai ketentuan dalam UU HKPD, alokasi DBHCHT ditetapkan sebesar 40% untuk kesehatan, 50% untuk kesejahteraan masyarakat, dan 10% untuk penegakan hukum dan edukasi, termasuk sosialisasi aturan cukai serta pemberantasan rokok ilegal.
Chaerul juga menekankan pentingnya koordinasi kebijakan dan program antara Kemendagri, Kemenkeu, serta pemerintah daerah.
“Sinergi antarinstansi menjadi kunci agar penggunaan DBHCHT di daerah selaras dengan kebutuhan di lapangan dan membawa dampak nyata bagi masyarakat,” jelasnya.
Dengan kebijakan yang lebih terarah dan sinergis, pemerintah berharap pengelolaan dana pajak rokok dan cukai tembakau dapat menjadi instrumen penting untuk meningkatkan layanan publik, memperkuat kesejahteraan masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat serta tertib di seluruh Indonesia.
Laporan: Muhammad Sulhijah







