Kendari, Sultrademo.co – Sengketa hukum antara organisasi masyarakat sipil dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali mencuat.
Kali ini, Dewan Eksekutif SKAK (Solidaritas Kawal Kebijakan) Sultra resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari pada Jumat, 13 Juni 2025.
Gugatan tersebut tercatat dengan nomor registrasi 578864PTUN421-13062025NHB, dengan Gubernur Sulawesi Tenggara, Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka (ASR) sebagai pihak tergugat.
Pokok perkara yang dipersoalkan adalah Keputusan Gubernur Nomor 100.3.3.1/95 Tahun 2025 yang mengatur pembentukan Tim Seleksi dan Panitia Uji Kelayakan dan Kepatutan (UKK) Perumda Utama Sultra.
Direktur Riset dan Advokasi SKAK Sultra, Muhamad Rizal Hamka, menjelaskan bahwa gugatan ini diajukan sebagai upaya hukum untuk menguji legalitas keputusan gubernur tersebut.
“Kami menemukan sejumlah pelanggaran serius terhadap Permendagri 37/2018 yang mengatur tata cara seleksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),” kata Rizal dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi.
Rizal menyoroti bahwa dalam keputusan gubernur itu, pengangkatan Panitia Seleksi dan Tim UKK dilakukan bersamaan, padahal menurut Pasal 36 ayat 3 dan 4 Permendagri 37/2018, mekanismenya harus dipisahkan.
Masalah lain, kata Rizal, adalah tidak adanya diktum eksplisit yang menyatakan bahwa tim seleksi tersebut bertugas menyeleksi Dewan Pengawas (Dewas) Perumda.
Namun pada praktiknya, lanjut dia, panitia seleksi tetap melakukan seleksi terhadap posisi Dewas.
“Ini bisa disebut ‘Dewas siluman’, karena prosesnya tanpa dasar hukum yang jelas,” tegasnya.
Tak hanya itu, Rizal juga menyoroti absennya Gubernur dalam proses wawancara tahap akhir, yang seharusnya menjadi kewenangan langsung kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 22 dan 47 Permendagri 37/2018.
“Wawancaranya malah dilakukan oleh orang yang tidak dikenal. Aturannya jelas, tidak ada ketentuan yang memperbolehkan Gubernur diwakili dalam wawancara akhir,” ujar Rizal.
Ia bahkan mempertanyakan komitmen Gubernur ASR dalam menjalankan tugasnya. “Apa Pak Gubernur sudah tidak niat lagi jadi gubernur, sampai-sampai mewakilkan kewenangan penting seperti ini?”
Rizal mengungkapkan bahwa sebelum menggugat ke PTUN, pihaknya sudah lebih dulu melayangkan surat keberatan resmi kepada Gubernur pada 23 Mei 2025. Namun hingga batas waktu 10 hari kerja, surat tersebut tidak direspons.
“Karena tidak ada jawaban, maka sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, kami berhak menempuh jalur hukum,” jelasnya.
Ia menduga, lambatnya respon pemerintah provinsi bisa saja disebabkan oleh oknum di lingkaran birokrasi yang menjanjikan persoalan ini bisa ‘diamankan’ secara personal.
“Mungkin ada bawahan yang kasih garansi bahwa ini bisa dibereskan. Kami berharap Pak Gubernur tahu soal kelakuan anak buahnya yang model ABS – Asal Bapak Senang,” sindir Rizal.
Dalam gugatan yang diajukan ke PTUN Kendari, SKAK Sultra menyampaikan dua petitum utama:
1. Petitum sementara, meminta agar PTUN menghentikan proses seleksi yang sedang berjalan.
2. Petitum utama, menuntut agar Keputusan Gubernur No. 100.3.3.1/95 Tahun 2025 dibatalkan secara hukum.
“Kami percaya pada proses hukum dan berharap majelis hakim bisa mengambil keputusan yang adil dan bijaksana. Semoga gugatan ini membuka mata publik bahwa tata kelola BUMD juga harus taat pada regulasi,” tutup Rizal.
Laporan: Muhammad Sulhijah