Adu Kuat Dengan Mafia Minyak Goreng

Cheiriel, Pemerhati Sosial

Sudah saatnya perkebunan sawit dikembalikan ke rakyat. Mafia minyak goreng melakukan serangan berkali – kali sehingga Pemerintah harus tarik ulur Kebijakan minyak goreng. Sampai kapan ?

Minyak sawit sebagai bahan utama minyal goreng menghebohkan tanah air sejak bulan november tahun lalu. Ibu – Ibu baru sadar ketika ingin menggoreng di dapur, kios – kios samping rumah kehabisan stok minyak goreng.

Bacaan Lainnya
 
 
 

Pemicu awal saat terbitnya Kebijakan Menteri Perdagangan menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng mulai dari Rp.11.500 sampai Rp.14.000 pada awal februari. Hampir bersamaan dengan kebijakan itu harga Crude Palm Oil CPO atau minyak sawit mentah naik melejit di pasar dunia yang mencapai US $ 2.000 perton.

Stok minyak goreng sawit menghilang di toko – toko, dipasar -pasar, supermarket dan mall mall di setiap daerah . Pihak Kepolisian sampai tingkat bawah melakukan razia mulai di pasar-pasar, supermarket toko toko distributor bahkan digudang – gudang penghasil minyak goreng di setiap daerah . Namun hasil razia tidak merubah keadaan dan kelangkaan tetap terjadi.

Jutaan Ibu -Ibu harus antri berdesak- desakan untuk mendapatkan minyak goreng murah di seluruh negeri. Protes mulai terjadi di berbagai daerah.

Kementerian Perdagangan merasa kewalahan dengan situasi yang tak terkendali. Kebijakan HET kemudian dicabut pada pertengahan bulan maret. Harga dibiarkan mengalir begitu saja di pasar. Tarik ulur Kebijakan tak terhindarkan.

Beberapa pihak menyentil, “negara kalah dengan mafia minyak goreng”. Apakah kelangkaan itu sebagai bentuk perlawanan pengusaha minyak goreng sawit ke pemerintah ?, bisa jadi, sebagai bentuk protes atas tindakan pemerintah yang ingin mengontrol pasar. Apalagi harga ekspor melejit 30 persen, pedagang mah pasti hanya berpikir untung semata.

Kejaksaan Agung RI tak mau kalah dengan melakukan operasi senyap di Kementerian Perdagangan. Operasi membuahkan hasil pada tanggal 21 April. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana ditetapkan tersangka bersama pengusaha minyak goreng sawit PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas Group, dan Permata Hijau Grup.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ukay Karya di yang diliput media tempo bulan januari telah mengingatkan, sebesar 46 persen atau hampir setengah pasar dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng sawit. Wilmar International Ltd yang berpusat di Singapura, Indofood Agri Resources anak perusahan Indofood Singapura Holding, Musim Mas Group yang berkantor di Singapura, dan Royal Golden Eagle adalah Grup Sukanto Tanoto di Singapura. Dua perusahaan diantaranya tertangkap Kejagung karena bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan untuk melakukan ekspor terlarang.

Presiden Jokowi melihat situasi belum terkendali sehingga mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor minyak sawit dan turunannya. Lagi dan lagi perlawanan pengusaha sawit ditunjukkan dengan tidak membeli Tandan Buah Sawit (TBS) petani di berbagai daerah. Petani menjerit, protes melalui aksi massa di berbagai daerah terjadi dua hari yang lalu.

Kebijakan pelarangan ekspor hanya berlaku 20 hari. Kerang ekspor kembali dibuka kemarin (19/05). Dengan pertimbangan situasi perdagangan minyak goreng mulai agak stabil. Lagi, tarik ulur Kebijakan larangan ekspor CPO tak terhindarkan.

Begitulah kisah yang terjadi antara negara melawan mafia minyak goreng sawit hari ini. Pemerintah harus menggerakkan segala instrumennya mengantisipasi krisis minyak goreng, tetapi hasil tetap nihil dan bisa saja kasus krisis akan berulang di waktu yang lain kedepan.

Lalu, Sampai kapan negara akan kalah dengan mafia minyak goreng sawit ?. Sudah waktunya ciptakan kebijakan yang mengatur rantai perdagangan minyak goreng sawit dari hulu ke hilir. *Monopoli perusahaan bisnis sawit harus diakhiri, dengan memisahkan perusahaan sawit setiap tingkatan. Usaha pembibitan dan perkebunan sawit diberikan ke Koperasi atau rakyat, perusahaan pabrik pengolah CPO terpisah juga dengan perusahaan pengatur perdagangan domestik dan ekspor.*

Negara tidak boleh kalah dengan prilaku mafia minyak goreng yang rata-rata pemilik perusahaannya bermukim di Singapura dan Malaysia.

Masa Indonesia sebagai produsen sawit nomor satu dunia tetapi krisis minyak goreng. Memilukan.

Oleh: Cheiriel
Pemerhati Sosial

 
*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait