Pengangkatan Ditunda, Harapan CPNS dan PPPK Jadi Ratapan

Pengangkatan Ditunda, Harapan CPNS dan PPPK Jadi Ratapan

Catatan: Andi Hatta M. Paturusi

Bacaan Lainnya

SEBANYAK 248.970 CPNS dan 1.017.111
PPPK akhinya kembali ke “ruang tunggu” setelah pemerintah mengumumkan penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK. Sebelumnya, mereka bersukaria setelah dinyatakan lulus CPNS/CASN dan PPPK 2024 dan akan segera diangkat sesuai jadwal.

Sebagaimana dikutip di laman Tempo.co, Selasa 11 Maret 2025, pemerintah mengagendakan pengangkatan calon pegawai negeri sipil atau CPNS (CASN) secara serentak pada 1 Oktober 2025 dari sebelumnya Maret 2025. Sedangkan pengangkatan calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) secara serentak diagendakan pada 1 Maret 2026 dari sebelumnya Juli 2025.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Widyantini Rini mengatakan, penyesuaian pengangkatan CPNS itu bukan penundaan, melainkan upaya agar seluruh CPNS dapat diangkat secara bersamaan.

Rini mengatakan penyesuaian jadwal pengangkatan CPNS itu dilakukan setelah melewati berbagai pertimbangan. Dia menyebutkan sejumlah instansi pemerintah masih memerlukan waktu menuntaskan pengadaan CPNS begitu juga formasi, jabatan, dan penempatannya.

Pemerintah sebelumnya telah menyelenggarakan seleksi CPNS pada tahun 2024 dengan formasi sebanyak 248.970, dan 1.017.111 formasi untuk PPPK.

Meski sebelumnya telah ditetapkan jadwal pengangkatan CPNS dan PPPK yang dinyatakan lulus, namun Men PANRB tiba-tiba mengumumkan penundaan dengan berbagai alasan pembenaran yang tidak realiatis dan rasional.

Jika alasan agar dapat diangkat secara bersamaan. Memanya apa urgensinya mengangkat CPNS dan PPPK secara bersamaan?

Kalau alasannya masalah formasi, jabatan, dan penempatannya, bukankah sejak awal pembukaan dan penerimaan CPNS dan PPPK sudah ditetapkan formasi, jabatan dan dan instansi yang membutuhkan?

Harapan Jadi Ratapan

Wajar kalau CPNS dan PPPK kecewa dan protes karena harapan yang sudah tergapai berubah jadi ratapan. Ratapan karena berharap segera diangkat dan mendapat gaji justru menjadi pengangguran terbuka. Meski sifatnya sementara tapi sebagian besar diantara mereka tidak punya tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Para CPNS dan PPPK itu sebagian sudah resign dari pekerjaan sebelumnya sehingga sudah tidak punya penghasilan. Demikian halnya PPPK, sebagian diantara mereka sudah mengabdi 20-30 tahun. Jadi kalau diangkat masa dinasnya tinggal beberapa tahun.

Dengan adanya penundaan pengangkatan, sebagian CPNS dan PPPK itu kebingungan untuk mencari pekerjaan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Penantian dalam waktu 8-12 bulan tanpa pekerjaan dan penghasilan jelas, bukanlah waktu yang singkat dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga setiap hari.

Untuk itu dimohon dengan hormat agar Menteri PANRB Widyantini Rini membatalkan penundaan dan segera mengangkat CPNS dan PPPK sesuai jadwal.

Akan lebih baik kalau pemerintah dalam hal Men PANRB mengakui bahwa satu-satunya alasan penundaan pengangkatan CPNS dan PPPK adalah efisiensi.

Men PANRB menghindari alasan ini karena terjadi paradoks. Efisiensi untuk kepentingan pegawai rendah/rakyat kecil tapi boros dalam mengangkat dan menggaji pejabat tinggi. Selain menteri dan wakil menteri, dikelilingi pula utusan khusus dan staf khusus. Bukankah di kementrian sudah ada Sekjen dan Dirjen yang mengurus bidang masing-masing.

Indonesia tidak butuh pejabat yang banyak, Indinesia hanya butuh pejabat yang cerdas, profesional dan berintegtitas, pejabat yang bersih, jujur, adil, anti korupsi dan menempatkan pelayanan dan kepentingan rakyat dan negara di atas kepengan pribadi, keluarga dan golongan.

Meski Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun, namun ini masih jauh dari cukup jika dibandingkan dari kebutuhan rutin dan anggaran pembangunan, belum lagi pembayaran utang yang jatuh tempo.

Dari laporan Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah pada akhir Januari 2025 mencapai Rp8.909,14 triliun. Sementara utang jatuh tempo tahun sebesar Rp 800,33 triliun.

Pendapatan negara dari Penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun,
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 513,6 triliun.

Melihat penerimaan negara dari pajak yang hanya Rp 2.490,9 triliun dan dari bukan pajak hanya Rp 513,6 triliun tentu timbul pertanyaan, kemana pajak dan dividen Freeport Indonesia yang sahamnya sudah dikuasai pemerintah Indonesia sebesar 51 persen (menurut mantan Presiden Jokowi). Kemana hasil tambang emas, batubara, nikel, dan berbagai jenis tambang yang beroperasi di Indonesia, kemana hasil penguasaan dan pengolahan lahan dan hutan yang berstatus HGU. Kemana hasil industri perikanan dan ke lautan, kemana hasil industri manufaktur, kemana hasil BUMN. Dikorupsi?

Untuk menutupi devisit anggaran termasuk membayar utang, maka Presiden Prabowo harus berani dan tegas menindak koruptor dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) anti korupsi dengan memberi hukuman mati dan perampasan aset bagi koruptor.

Bersihkan BUMN dari Tikus Berdasi.

Agar BUMN tidak menjadi sarang tikus, maka Presiden Prabowo harus mengambil langkah penyelamatan dengan melakukan reformasi total terhadap tata kelola BUMN termasuk mengganti komisaris dan direksi yang lebih profesional, berintegritas, transparan, bersih, jujur dan anti korupsi. Termasuk memberatas “tikus-tikus” yang ada di lembaga pemerintah maupu pengusaha serta menghentikan cengkraman oligarki.

Selain itu, perusahaan yang mengelola sumber daya alam, baik perikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan maupun tambang agar memperjelas dan menaikkan kontribusianya terhadap negara dan masyarakat termasuk tanggungjawab rehabilitasi lingkungan. ***

 

*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait