Oleh : Saswal Ukba, S.Sos, M. Hum (Alumni Pasca Sarjana Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia)
Tinggalan budaya Benteng Kotano Wuna baru saja mendapatkan rekor Museum Rekor – Dunia Indonesia (MURI) pada 22 Mei 2024 di Jakarta. MURI memandatkan Benteng Kotano Wuna sebagai benteng terluas di dunia saat ini dengan luas 8.073 km. Penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan dari dunia bahwa di Kerajaan Muna yang kini menjadi Pulau Muna (Kabupaten Muna – Kabupaten Muna Barat) pernah terjadi peristiwa sejarah budaya dalam bentuk perlawanan terhadap kolonial Hindia Belanda dalam upaya merebut kemerdekaan ditandai dengan sistem pembangunan benteng yang terluas.
Pada dasarnya, benteng terdiri dari dua, yaitu tipe benteng tradisional dan benteng kolonial. Benteng tradisional adalah benteng yang dibangun oleh orang lokal atau orang-orang kerajaan di masa pemerintahannya, serta arsiteknya menyesuaikan dengan letak geografis dan kondisi sosial budaya setempat. Sedangkan benteng kolonial adalah benteng yang dibangun oleh pemerintah kolonial dengan arsitekturnya menyesuaikan dengan ciri khas kolonial. Sehingga secara tipe bahwa Benteng Kotano Wuna merupakan benteng tradisional yang dibangun oleh Raja Muna ke VII yakni Raja Lakilaponto masa pemerintahan 1570 – 1520 M.
Sebagai situs cagar budaya, Benteng Kotano Wuna menunjukkan keunikan dengan peletakan yang berada pada tebing-tebing tinggi dan sistem pertahanan yang terbilang kuat untuk menghalau musuh yang datang dari luar. Dengan posisinya yang berada pada ketinggian memungkinkan para prajurit kerajaan dapat mengintai musuh dengan mudah dalam mendeteksi serangan. Selain digunakan untuk pertahanan, benteng tersebut juga digunakan sebagai pusat kerajaan oleh raja-raja Muna saat itu. Hal ini ditandai dengan banyak makam para raja yang berada di dalam benteng yang masih sampai saat ini masih disakralkan dan banyak di ziarah oleh masyarakat Muna.
Penyematan MURI terhadap benteng tersebut patut di apresiasi apalagi statusnya telah menjadi situs cagar budaya yang patut dilestarikan guna kepentingan masyarakat. Selain itu, Identitas budaya lokal semakin menguat dan mengartikan jiwa kesatuan dan persatuan masyarakat setempat yang semakin solid. Hal ini pula turut serta mendukung upaya kolaborasi berbagai stakeholder untuk menjaga dan melestarikan benteng tersebut.
Ditinjau dari perspektif Cultural Resource Management atau manajemen sumberdaya budaya situs cagar budaya Benteng Kotano Wuna merupakan aset budaya yang harus dikelola secara bijak. Nilai dari benteng ini telah memenuhi aspek penting seperti nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, dan agama. Nilai itulah yang menjadi landasan benteng tersebut sehingga ditetapkan sebagai situs cagar budaya tingkat daerah. Meskipun demikian, status dan penghargaan yang telah diperoleh tak cukup sampai disitu, melainkan harus ada upaya-upaya lanjutan untuk terus melestarikannya. Salah satunya adalah dengan kegiatan konservasi atau revitalisasi.
Upaya konservasi perlu dilakukan guna merawat dengan cara melakukan perbaikan-perbaikan maupun mengantisipasi kerusakan situs. Konservasi dilakukan dengan tidak merubah keotentikan atau keaslian benteng dari segi materialnya. Terdapat tiga metode dalam upaya konservasi, yakni pengamanan, pembersihan, dan perbaikan.
Pengamanan adalah langkah untuk mengamankan material situs yang bersifat sementara kemudian direkomendasikan kepada pemerintah setempat untuk memperoleh penanganan secara tuntas. Pembersihan adalah merujuk pada pembersihan secara tradisional maupun secara kimia, namun untuk kasus Benteng Kotano Wuna lebih tepat pada pembersihan tradisional dengan cara membersihkan pepohonan dan semak belukar yang berpotensi merusak struktur benteng.
Kemudian untuk perbaikan adalah perekatan, penyambungan, maupun penggantian bahan-bahan material benteng dengan material sejenisnya dan kualitas bahan yang sama. Dalam artian, tidak boleh ditambahkan dengan bahan-bahan baru yang tidak sesuai dengan keotentikan situs yang dapat menghilangkan keaslian benteng. Disisi lain upaya konservasi diupayakan agar tetap mempertahankan keaslian letak, bentuk, teknik pengerjaan, daya tahan, efektif dan efisien dan aman dari lingkungan sekitarnya, sehingga nilai-nilai arkeologisnya tidak hilang sebagai situs cagar budaya.
Sementara upaya revitalisasi adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan yang terdapat pada kawasan Benteng Kotano Wuna. Mengingat kawasan benteng tersebut yang dulunya dijadikan sebagai pusat kerajaan sekarang menjadi pemukiman yang sepi dan akses yang belum memadai. Dimana benteng yang terletak di Desa Unit Pemukiman Kotano Wuna tersebut belum memiliki akses jaringan seluler, maupun sarana dan prasarana lain yang mendukung pelestarian, semisal toilet, kebersihan situs maupun sumber air yang masih sulit.
Oleh sebab itu, upaya revitalisasi merupakan alternatif lain untuk menata kembali tentang kawasan tata ruang, nilai sosial budaya dan lanskap nya melalui kajian yang matang. Pada prinsipnya upaya revitalisasi didorong dengan kesiapan yang matang dengan mempertimbangkan hal-hal tadi serta diusahakan agar memberikan manfaat dalam hal meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana seperti yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010 .
Situs cagar budaya Benteng Kotano Wuna adalah bukti dari peradaban masyarakat Muna pada zaman kolonial hingga zaman kemerdekaan yang memperlihatkan kepada kita semua bahwa di Pulau Muna terdapat ketangguhan, keberanian, kekuatan dan teknologi yang tergolong bagus dalam sistem pemerintahannya saat itu. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemegahan benteng dengan tinggi rata-rata 4 meter dan lebar 3 meter tersebut.
Hadirnya Benteng Kotano Wuna sebagai salah satu situs cagar budaya yang ada di Pulau Muna adalah peluang yang harus dilihat sebagai sarana untuk menumbuhkan semangat identitas jati diri masyarakat dan semakin menumbuhkan kepeduliannya terhadap pelestarian warisan budaya terutama pada kalangan generasi muda saat ini.