Kendari, Sultrademo.co – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kendari mengukuhkan status tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Belanja Uang Persediaan (UP), Ganti UP (GUP), Tambah UP (TUP), dan Belanja Langsung (LS) di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Kota Kendari Tahun Anggaran 2020. Penetapan ini menyeret nama pejabat tinggi, termasuk Sekretaris Daerah, yang diduga menyalahgunakan anggaran operasional untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka (Pidsus-18) yang ditandatangani Kepala Kejari Kendari, ketiga tersangka adalah:
- Ariyuli Ningsih Lindoeno, S.Sos.(Mantan Bendahara Pengeluaran Setda Kendari 2020),
- Muchlis (ASN Pembantu Bendahara),
- Hj. Nahwa Umar, SE. MM. (Sekretaris Daerah Kota Kendari sekaligus Pengguna Anggaran 2020).
Proses hukum ini berlangsung setelah penyidikan intensif sejak Juni 2024 hingga April 2025, dengan dukungan dokumen audit BPKP Sultra yang mengungkap kerugian negara Rp444.528.314.
Investigasi Kejari menemukan bahwa dana UP, GUP, TUP, dan LS dialokasikan untuk kegiatan fiktif atau dipertanggungjawabkan secara tidak sah. Beberapa pos pengeluaran yang diduga fiktif meliputi:
- Penyediaan jasa komunikasi,
- Pengadaan makanan dan minuman,
- Cetakan dokumen,
- Pemeliharaan kendaraan dinas.
Padahal, kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan. Alih-alih mendukung operasional pemerintahan, dana tersebut justru dikorupsi untuk kepentingan pribadi tersangka.
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis:
- Primair: Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Tipikor (tindakan memperkaya diri),
- Subsidiair: Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Tipikor (penyalahgunaan wewenang),
- Lebih Subsidiair: Pasal 9 jo. Pasal 18 UU Tipikor jo. Pasal 55 KUHP (keterlibatan bersama).
Ancaman hukuman bervariasi, mulai dari 1 tahun penjara hingga seumur hidup, serta denda maksimal Rp1 miliar.
Per 16 April 2025, dua tersangka telah ditahan:
- Ariyuli Ningsih Lindoeno di Lapas Perempuan Kelas III Kendari,
- Muchlis di Rutan Klas IIA Kendari (20 hari hingga 5 Mei 2025).
Sementara Hj. Nahwa Umar belum ditahan karena alasan kesehatan dan absen dalam pemeriksaan. Statusnya tetap diawasi Kejari.
Kepala Kejari Kendari menegaskan, penetapan ini adalah bentuk keseriusan memberantas korupsi. Namun, publik patut mempertanyakan:
- Mengapa proses hukum baru bergulir setelah 5 tahun?
- Apakah penanganan berbeda terhadap Hj. Nahwa Umar (pejabat tinggi) mencerminkan diskriminasi hukum?
“Kami akan terus menindak tegas penyimpangan anggaran negara. Ini komitmen menuju pemerintahan bersih,” tegas pihak Kejari dalam pernyataan resmi.
Kejari Kendari menjanjikan transparansi dalam mengungkap kasus ini hingga tuntas. Masyarakat menanti apakah penindakan terhadap pejabat tinggi benar-benar tanpa tebang pilih atau hanya sekadar formalitas hukum.
Laporan: Hani
Editor: UL