KENDARI, Sultrademo.co – Koordinator Pusat (Korpus) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Sulawesi tenggara (Sultra), Ashabul Akram, mendesak Presiden Republik Indonesia mengevaluasi kinerja Andap Budhi Revianto yang saat ini menjabat sebagai Pj. Gubernur Sulawesi Tenggara.
“Karena kami menilai bahwa masih banyak kasus yang seharusnya menjadi perhatian penting bagi pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur sulawesi tenggara, namun sampai saat ini masalah-masalah tersebut belum selesaikan, bahkan mungkin saja tidak diperhatikan sama sekali oleh pak Andap,” tegas Abul sapaan akrabnya.
Selain itu kata Abul, Bendungan Ameroro yang akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pun masih bermasalah hingga saat ini.
“Permasalahan Bendungan Ameroro yang kemudian akan diresmikan oleh Presiden RI sampai hari belum diselesaikan, lahan APL dan tanaman masyarakat yang berada di kawasan hutan daerah, dampak sosial bedungan ameroro belum ada ganti rugi, padahal proyek tersebut adalah proyek strategi nasional (PSN),” bebernya.
Lebih lanjut, Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kapal pesiar oleh pemerintah provinsi sultra yang memakan biaya sebesar 9,8 Miliyar pun tak kunjung usai.
“Kasus lain seperti dugaan tindak pidana korupsi pengadaan alat kesehatan RS jantung provinsi Sulawesi tenggara yang sampai hari ini masih menuai kejanggalan,” jelasnya.
Tidak hanya itu, pihaknya juga menyoroti masalah oknum-okmum yang sampai saat ini masih melakukan praktek-praktek mafia pertambangan untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di sultra.
“Selajutnya banyaknya IUP siluman yang kemudian tersebar di beberapa daerah salah satunya adalah Kab. Konawe Utara, yang dimana kita ketahui bersama bahwasanya cadangan nikel yang ada di Konawe Utara sangat melimpah, itu kemudian yang membuat para mafia tambang merejalela di wilayah konut,” ungkap Abul.
Sementara itu, ia menjelaskan bahwa kasus-kasus lain di Sulawesi tenggara masih sangat banyak yang belum terselesaikan, bahkan hilang begitu saja.
“Mengenai beberapa kasus di atas yang kemudian saya sampaikan bahwa sudah jelas kemudian ketika kami menolak kedatangan presiden yang notabenenya adalah pucuk pimpinan dan koordinasi setiap daerah di Indonesia yang seharusnya mampu untuk mengontrol dan mengevaluasi segala kinarja pemerintah daerah di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
Laporan: Ai
Editor: Redaksi