Dinkes Buteng Beri Penjelasan Terkait Meninggalnya Pasien di Puskesmas Mawasangka

BUTON TENGAH, SULTRA DEMO.CO – Dinas Kesehatan Kabupaten Buton Tengah akhirnya angkat bicara terkait peristiwa meninggalnya salah satu pasien di Puskesmas Mawasangka pada Senin (6/09/2021) lalu.

Kepada reporter sultrademo, Kepala Dinas Kesehatan Buton Tengah Kasman menerangkan beberapa poin penting terkait keadaan pasien saat masuk ke puskesmas Mawasangka.

Bacaan Lainnya
 
 
 

“Jadi memang posisi pasien saat masuk ke puskesmas iu dalam keadaan tak sadarkan diri dan posisi bibir, maaf agak bengkok,” terang Kasman saat kami temui diruang kerjanya pagi tadi.

Selain itu, lanjutnya, kondisi tekanan darah pasien pada saat itu terindikasi berada pada angka 190.

Melihat kondisi tersebut, kemudian dokter puskesmas menyarankan kepada pihak keluarga agar membawa pasien ke rumah sakit (di Kota Baubau) untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat, apalagi pihak puskesmas hanya memiliki stok obat yang terbatas.

Namun saran yang disampaikan pihak puskesmas tidak diterima oleh pihak keluarga.

Melihat kondisi itu, pihak puskesmas dengan terpaksa kemudian menulis tiga  jenis obat diantaranya Ranitidin, Citicolin dan Neurobion (dalam bentuk cair).

“Walaupun sebenarnya mustahil didapat diapotek (tiga) jenis obat tadi dalam bentuk cair. Karena memang jenis obat cair seperti itu hanya ada di rumah sakit, sementara di puskesmas tidak ada walaupun di cari satu Indonesia,”

“Mengenai obat berbeda antara puskesmas dengan rumah sakit. Ada obat jenis tertentu yang hanya dipakai oleh rumah sakit, artinya dibawah penggunaan dokter ahli. Jadi kewenangan puskesmas dengan rumah sakit itu berbeda. Dia (puskesmas) hanya menangani kasus-kasus yang ringan yang sudah ditetapkan sebanyak 144 diagnosa, di luar itu sudah kewenangan dokter ahli maka dia berkewajiban untuk merujuk,” tambahnya.

“Jadi semua ada pembagian tanggung jawab yang mana harus diselesaikan puskesmas dan yang mana tidak boleh ditangani oleh dokter puskesmas, mengapa? karena jenis obatnya berbeda, dokternya juga beda dia dokter umum dan dia (dokter rumah sakit) dokter ahli,” sambungnya.

Sementara untuk obat yang dikatakan telah kadaluarsa (expired), masih kata Kasman, diakui bahwa ada beberapa jenis obat yang telah kadaluarsa (diantaranya Ranitidin).

Kasman menjelaskan, hal ini biasanya dipicu karena pembelian/belanja obat tidak seperti belanja barang yang umum di pasaran.

“Kita tau pengadaan obat ini dilakukan/dibeli secara e-katalog oleh dinas. Belanjanya satu titik yang melayani seluruh Indonesia. Dan kebanyakan obat yang di belanja itu biasanya datang nanti diakhir-akhir tahun,” bebernya.

Ia kemudian mencontohkan beberapa pesanan obat yang telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu namun hingga saat ini obat tersebut belum kunjung datang.

“Kita juga sudah berkontrak tetapi sampai hari ini barangnya belum datang, banyak-banyak itu di Desember baru dia kejar ketertinggalan. Sehingga barang yang dipesan ini umurnya habis di jalan. Kenapa demikian, karena memang umur obat itu hanya dalam jangka waktu 2 tahun,” Pungkas Kasman.

Laporan : Irfan

 
*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait