Jakarta, Sultrademo.co — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Ahmad Ali, pada Selasa (4/2/2025).
Penggeledahan ini terkait dengan penyidikan dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Dilansiri dari cnnindonesia.com, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan adanya penggeledahan tersebut. Namun, ia belum merinci keterlibatan Ahmad Ali dalam kasus ini.
“Benar, ada kegiatan penggeledahan dalam perkara tersangka RW (Rita Widyasari),” kata Tessa melalui pesan tertulis, Selasa (4/2/2025).
Upaya konfirmasi telah dilakukan kepada Ahmad Ali, tetapi hingga berita ini ditulis, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.
KPK menduga Rita Widyasari menerima gratifikasi terkait pertambangan batu bara dengan jumlah sekitar 3,3 hingga 5 dollar AS per metrik ton batu bara. Dugaan penerimaan gratifikasi itu kemudian disamarkan sehingga KPK turut menerapkan pasal TPPU.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dan menelusuri aset yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah pemeriksaan terhadap pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin, pada 27 Juni 2024. Pemeriksaan ini mendalami sumber dana pembelian ratusan mobil yang telah disita sebelumnya.
Selain itu, penyidik KPK juga telah menggeledah rumah Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur.
Rita Widyasari bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang hasil gratifikasi dari berbagai proyek dan perizinan di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dengan total mencapai Rp 436 miliar.
Uang hasil korupsi tersebut digunakan untuk membeli kendaraan dengan nama orang lain, tanah, serta berbagai aset lainnya.
Rita kini menjalani vonis 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu. Berdasarkan putusan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan dan dicabut hak politiknya selama lima tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Dalam persidangan, Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 110,7 miliar serta suap Rp 6 miliar dari pemohon izin dan rekanan proyek.