Kendari, Sultrademo.co – Partai politik merupakan salah satu unit terpenting dalam proses demokrasi. Ia berperan sebagai penghubung yang melibatkan rakyat secara langsung dalam aktivitas politik. Meluasnya gagasan partisipasi masyarakat dalam politik semakin mempertegas fungsi partai politik sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintah.
Peran Partai Politik dalam Demokrasi
Partai politik memiliki peran vital sebagai pilar demokrasi, terutama dalam dua fungsi utama:
- Sarana Komunikasi Politik
Partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah melalui komunikasi vertikal (rakyat-pemerintah) maupun horizontal (antarwarga, antarkelompok). Untuk efektif, partai harus mampu menyeimbangkan kedua bentuk komunikasi ini. - Sarana Sosialisasi Politik
Partai politik juga berfungsi sebagai instrumen sosialisasi nilai-nilai politik kepada masyarakat. Proses ini membentuk sikap dan orientasi masyarakat terhadap fenomena politik, sehingga memperkuat partisipasi demokratis.
Sayangnya, peran strategis ini sering diabaikan oleh elit politik yang seharusnya menjadi penggerak utama.
Mandulnya Elit Politik: Antara Ambisi dan Pengabaian Aspirasi
Elit politik di Indonesia, khususnya di Sulawesi Tenggara, justru menjadikan partai politik sebagai alat pencapaian kepentingan pragmatis. Alih-alih memperjuangkan aspirasi rakyat, mereka sibuk berebut kursi kekuasaan, jabatan, dan mengakumulasi modal politik. Beberapa masalah krusial yang mengemuka:
- Kepentingan Golongan di Atas Rakyat
Program partai hanya menjadi “pemanis” kampanye untuk meraup suara, tanpa realisasi berkelanjutan. Setelah terpilih, fokus beralih ke pembagian “kue kekuasaan” antarelit, sementara masalah ketimpangan sosial, konflik lahan, dan dinamika pertambangan diabaikan. - Krisis Kepercayaan dan Legitimasi
Sikap elit yang lebih gemar mencitrakan diri di media ketimbang bekerja untuk kesejahteraan masyarakat semakin menggerus kepercayaan publik. Krisis legitimasi ini diperparah oleh praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang mengorbankan kepentingan rakyat. - Monopoli Politik dan Desentralisasi yang Mandul
Sistem otonomi daerah justru dimanfaatkan elit lokal untuk membangun kekuasaan turun-temurun. Posisi strategis hanya diisi oleh mereka yang bermodal besar atau dekat dengan penguasa, sementara masyarakat marginal semakin tersingkir.
Ketimpangan Sosial: Dampak dari Kegagalan Elit
Ketidakpedulian elit politik memicu masalah multidimensi:
- Demoralisasi Demokrasi: Proses demokrasi terhambat oleh kompromi antarelit untuk saling melindungi kepentingan, bahkan dalam kasus KKN.
- Eksploitasi Rakyat oleh Pemodal: Elit politik sering “bermain mata” dengan investor untuk mengembalikan modal kampanye, mengorbankan hak masyarakat.
- Protes Sosial dan Potensi Krisis: Kekecewaan rakyat berpotensi meledak menjadi protes massal jika tidak ada perubahan sistemik.
Jalan Keluar: Membangun Politik yang Berpihak pada Rakyat
Untuk memutus lingkaran krisis ini, diperlukan:
- Regenerasi Elit Politik: Menciptakan sistem rekrutmen yang transparan dan berbasis kompetensi, bukan kedekatan dengan kekuasaan.
- Pendidikan Politik untuk Masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memilih pemimpin yang berintegritas.
- Penguatan Akuntabilitas: Memastikan janji kampanye diwujudkan dalam kebijakan pro-rakyat, dengan mekanisme pengawasan yang ketat.
Demokrasi tidak akan bermakna jika partai politik dan elitnya hanya menjadi “mesin pencetak kekuasaan”.Di Sulawesi Tenggara dan Indonesia secara umum kita perlu keberanian untuk melakukan pembaharuan politik. Hanya dengan mengembalikan partai politik sebagai instrumen perjuangan rakyat, mimpi tentang kesejahteraan dan keadilan sosial bisa diwujudkan. Jika tidak, demokrasi hanya akan menjadi ritual lima tahunan yang kosong, sementara rakyat terus menjadi korban.
Oleh : Rasmin Jaya