New Normal sebagai Strategi dan Konstruksi Realitas Sosial

Fenomena Covid-19 mungkin menjadi salah satu torehan sejarah di masa yang akan datang bagi Bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai persoalan sosial, awal Juni di tahun corona ini menjadi babak baru bagi pemerintah dalam menentukan langkah menyelamatkan masyarakat dari virus yang telah menelan ribuan korban jiwa. Setelah beberapa bulan menetapkan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB) di beberapa daerah, pemerintah kini mengambil langkah untuk memulai tatanan kehidupan baru atau yang lebih tren dikenal dengan sebutan new normal bagi wilayah-wilayah yang memiliki angka reproduksi Virus di bawah Ro. 1 (Ro = angka reproduksi virus sebelum ada intervensi di suatu daerah). Penyebaran virus corona di Indonesia hingga 8 Juni 2020 telah menyebabkan 32.033 orang positif terpapar, dan menyebabkan kematian hingga 1.883 jiwa dan angka kesembuhan hingga 10.904 orang. (sumber:gugus tugas covid-19)

New normal atau normal baru secara sederhana adalah bagaimana menjalani aktivitas sosial untuk tetap menjaga produktifitas individu dengan tetap menjaga kewaspadaan terhadap sebaran virus. Tetapi persoalannya adalah, apakah kemudian kewaspadaan yang selalu digaungkan dengan penggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak tersebut dapat secara aktif dipatuhi oleh masyarakat sehingga mampu mengurangi angka sebaran virus disuatu wilayah ?

Bacaan Lainnya
 
 
 

Jika melihat realitas sosial hari ini pertanyaan diatas dapat pula dijelaskan dengan menggunakan salah satu teori Komunikasi yang oleh para ilmuan sering disebut dengan teori Konstruksi Sosial atas Realitas (social construction of reality). Teori Konstruksi Sosial atas realitas didefinisikan sebagai suatu proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Bagi Berger dalam Nurhadi (2015) , Realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Artinya adalah bahwa sebuah realitas baru yang ingin diciptakan oleh pemerintah dengan istilah New Normal tidaklah dapat terlaksana secara efektif jika sebagian masyarakat tidak dapat tersadarkan akan bahaya virus tersebut, karena konstruksi relitas sosial hanya dapat dibentuk oleh masyarakat itu sendiri dengan pemahaman dan kesadaran bersama.

New Normal sebagai strategi untuk mengkonstruksi realitas sosial hari ini tentu akan memaksa masyarakat untuk menjalani sebuah kehidupan sosial diluar dari kebiasaan yang selama ini dijalani, secara sederhananya pemerintah menginginkan suatu kebiasaan baru yaitu aktif menjaga jarak, kemudian beralih ke alternatif menggunakan fasilitas daring (dalam jaringan) penggunaan masker dan rajin mencuci tangan, demi menekan angka penyebaran virus Corona di suatu wilayah, dengan begitu kita juga akan melihat bagaimana berbagai aspek sosial, ekonomi bahkan politik juga akan melahirkan kebiasaan baru nantinya, terlebih tahun corona ini juga bersanding dengan pergulatan politik menuju perebutan kursi kekuasaan di tingkat daerah.

Tentu setiap orang tidak dapat mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi kedepannya, tetapi minimal kita mampu memprediksi secara kritis apakah Pandemi Covid- 19 secara pasti akan hilang karena berlangsungnya new normal/atau penulis menyebutnya kebiasaan baru, ataukah bahkan sebaliknya. Kesemuanya itu harus dilandasi optimisme dalam ikhtiar new normal ini dengan secara sadar mengikuti panduan pencegahan penyebaran virus dan tak lupa do’a kita sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan.

 
*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait