PB HMI Desak Pemerintah Hentikan Permanen Tambang Nikel di Raja Ampat: Dinilai Langgar UU dan Putusan MK

Ketgam: Ketua PB HMI Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Rifyan Ridwan Saleh. Foto: istimewa

Jakarta, Sultrademo.co – Polemik tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali memanas. Kali ini, kritik tajam datang dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI). Melalui Ketua Bidang Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Rifyan Ridwan Saleh, PB HMI menuding aktivitas pertambangan nikel di kawasan tersebut tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga mencederai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan amanat konstitusi negara.

Rifyan menyoroti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang secara tegas melarang pertambangan di pulau kecil.

Bacaan Lainnya

“Pulau Gag hanya seluas 77,27 km persegi, artinya termasuk kategori pulau kecil. Undang-undang secara eksplisit memprioritaskan pemanfaatan pulau kecil untuk konservasi, pendidikan, penelitian, dan aktivitas ramah lingkungan lainnya,” tegas Rifyan dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (9/6/2025).

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pertambangan di Pulau Gag tidak hanya bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 2014, tapi juga melanggar Putusan MK No. 35/PUU-XXI/2023 yang melarang pertambangan di pulau-pulau kecil.

“Ini bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Bahkan Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 menegaskan prinsip pembangunan ekonomi harus berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,” tambahnya.

Aktivitas tambang yang terjadi saat ini, kata Rifyan, tak mencerminkan prinsip keberlanjutan dan justru hanya berpihak pada kepentingan produksi semata. “Ironisnya, tambang ini berlangsung dengan mengorbankan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat setempat,” ucapnya prihatin.

PB HMI mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, untuk bertindak tegas. Rifyan menegaskan bahwa sudah seharusnya Menteri ESDM mencabut izin tambang nikel tersebut secara permanen.

“Langkah sementara tidak cukup. Harus ada ketegasan hukum untuk menghentikan pelanggaran ini selamanya,” katanya.

Rifyan juga mengutip Pasal 51 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2014 yang memberi kewenangan penuh kepada menteri untuk mencabut izin jika aktivitas di pulau kecil menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.

“Sudah terang-benderang pelanggarannya. Tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk menunda pencabutan izin. Keselamatan lingkungan dan masa depan generasi Papua jauh lebih penting daripada kepentingan investasi sesaat,” pungkasnya.

Laporan: Arini Triana Suci R

*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait