Buton Utara, Sultrademo.co – Dalam rangka menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, pemantau pemilihan Sulawesi Tenggara Demokrasi Monitoring (SulTra DeMo) menunjukkan komitmennya yang kuat untuk berpartisipasi aktif dalam penanganan pelanggaran pemilihan.
Presidium SulTra DeMo Awaluddin saat menjadi narasumber pada Rapat Kerja Teknis Penanganan Pelanggaran pada Pemilihan Serentak tahun 2024 Bawaslu Buton Utara, pada (1/8/2024).
Pada kesempatan tersebut, Awaluddin menyampaikan gagasan, berbagi pengetahuan, dan pengalaman kepada jajaran Pengawas Pemilihan, dengan fokus pada peningkatan kualitas penanganan pelanggaran.
Ada beberapa poin yang ditekankan Awaluddin pada proses peningkatan kualitas penanganan pelanggaran.
1. Kajian Evaluatif Penanganan Pelanggaran Pemilihan 2024
Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap penanganan pelanggaran pemilihan, khususnya dalam aspek sumber daya manusia. Sumber daya manusia penegak hukum pemilihan sangat berperan dalam menopang proses penegakan hukum yang sesuai dengan tujuan penegakan hukum pemilu itu sendiri.
Hal sederhana seperti petugas penerima laporan pelanggaran harus memiliki kriteria minimal seperti kemampuan komunikasi yang baik, kepercayaan diri, pemahaman mendalam tentang jenis pelanggaran pemilihan, serta kemampuan menjelaskan prosedur pelaporan.
“Hal ini krusial untuk menjamin penegakan hukum yang efektif dan adil dalam proses pemilu,” tutur Awaluddin.
2. Koreksi dan Perintah MK dalam Penanganan Pelanggaran
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pertimbangan hukum putusan PHPU 2024 menyoroti perlunya penyusunan SOP yang jelas serta standar operasional dalam penanganan pelanggaran pemilihan oleh Bawaslu.
“Adanya persyaratan baku maupun tata urut atau pisau analisis yang harus digunakan oleh Bawaslu dalam menentukan bagaimana suatu peristiwa dianggap memenuhi atau tidak memenuhi syarat materil, sehingga menyebabkan penarikan kesimpulan dari peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran pemilu tidak dilakukan secara komprehensif. Ini menjadi penting karena bukan saja memberi kepastian hukum tetapi juga menjadi ikhitiar dalam memenuhi rasa keadilan,” papar Mantan Komisioner Bawaslu Konawe Selatan itu.
3. Harmonisasi Regulasi untuk Penanganan Pelanggaran
Lebih lanjut, kata Awal, perbedaan pengaturan teknis dalam UU Pilkada, Perbawaslu 8/2020, dan UU Pemilu menjadi isu krusial yang perlu segera diharmonisasikan.
Menurutnya ketidakkonsistenan ini dapat menimbulkan interpretasi dan perlakuan yang berbeda terhadap kasus yang sama di berbagai daerah. Harmonisasi ini juga diperlukan untuk mengoptimalkan penanganan pelanggaran dan memastikan tidak adanya bias dalam prosesnya.
“Juga demi menghindari adanya salah tafsir dan treatment berbeda terhadap kasus yang sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Waktu penerimaan laporan menyesuaikan dengan hari kerja dikecualikan pada tahapan masa tenang, tungsura, dan rekapitulasi, kajian awal, informasi awal, syarat formal laporan, mekanisme tindak lanjut pelanggaran netralitas ASN didahului proses pengkajian serta termasuk dasar pengaturan penanganan pelanggaran Kode Etik Pengawas Adhoc,” ungkapnya.
4. Optimalisasi Media Center Pengawas Pemilihan
Ia juga menekankan pentingnya optimalisasi media center Pengawas Pemilihan. Penyampaian informasi secara terbuka mengenai perkembangan penanganan pelanggaran pemilihan dapat meningkatkan kepercayaan publik.
Namun, Awaluddin juga mengingatkan pentingnya melindungi data dan dokumen yang termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan.
“Karena penanganan pelanggaran berkaitan dengan kepentingan umum serta ada hak publik dan para pihak. Upaya ini dimaksudnya dalam rangka menjaga trend positif kepercayaan publik,” pungkasnya.
Dalam kesempatan ini, ia berharap agar seluruh pihak terkait dapat bersinergi untuk mewujudkan pilkada yang transparan, adil, dan berkualitas. Upaya ini diharapkan dapat menjaga kepercayaan publik terhadap proses pilkada.