Menyedot Uang Rakyat Melalui Listrik

“Korupsi, pencucian uang, dan penghindaran pajak merupakan masalah global, tidak hanya tantangan bagi negara berkembang.”

-Sri Mulyani-

Bacaan Lainnya
 
 
 

Rakyat teriak. Sekarang kompak. Yang kaya, yang miskin, semua satu suara. Yang Pilih Prabowo, atau Jokowi, nasibnya sama. Tagihan listrik super membengkak. Menggembung tidak kira2. Ada yang 400% dari biasanya. Ada yang 2x lipat. Variatif. Yang tajir saja meringis, apalagi si miskin? Menangis. Pengusaha las kecil ada yang harus membayar tagihan 20juta, sedangkan PSBB ia tidak punya pemasukan. Ada apa ini? Mengapa rakyat dijadikan bingung begini?

Dirut PLN pun menyampaikan, tagihan rumahnya naik 100%. Alasanya, karena selama masa pandemi, dirumah saja, peralatan elektronik lebih banyak menyala. Komunikasi yang lebih baik seharusnya dapat disosialisasikan PLN dalam momentum khusus seperti masa Pandemi Covid ini. Sejak 3 Bulan lalu beragam kebijakan Listrik subsidi diberikan, dari pemotongan 50% Kwh 900, sd Menggratiskan Kwh 450. Namun PLN tidak pernah membahas viral mengenai kemungkinan lonjakan Pembayaran Listrik di Masa Corona!

Komunikasi ini yg seharusnya jadi concern, agar sebelum menjadi polemik rakyat sudah tersadarkan. Sehingga tidak perlu ada mayoritas yang teriak. Bahkan sampai artis sekelas Tompi menjerit. Di dua tempat miliknya tagihan listrik melonjak, padahal kosong. Ternyata dengan besaran Kwh di gedungnya, ada tarif minimum 2.1jt yg harus dibayarkan dipakai ataupun tidak.

Hal seperti ini yg menjadi masalah. PLN dituduh menyedot uang rakyat dengan seakan menaikan diam2 TDL. Padahal masalahnya di misspersepsi, rakyat tidak tahu ada abodemen dasar listrik. Masalah lainya, sering ada kesalahan perhitungan tarif. Rakyat merasa membayar besar, ternyata salah hitung. Memang ada sistim kompensasi di bulan selanjutnya,namun karena tdk dikomunikasikan, rakyat tahunya, bayar mahal salah hitung, tdk tahu kalau uang lebih mereka dikembalikan di bulan selanjutnya. Citra PLN yg kurang baik jadinya.

Lalu sistim pencatatan manual meteran yang selama pandemi tidak di cek petugas lapangan karena tidak adanya yang ke rumah pelanggan. Banyak yang sudah paham, mengirimkan ke no.wa petugas PLN yang sudah sering datang ke rumah. Atau di masa normal biasa mereka cantumkan Papan Kwh di Pagar, karena kalau dikunci, petugas PLN tdk akan masuk dan listrik dipukul rata2 tagihan 3 bulan sebelumnya.

Hal diatas yang disinyalir menjadi akar masalah lama yang terus terjadi pada polemik pembayaran listrik. Karena skema hitungnya masih manual. Di zaman modern ini, PLN harus berinovasi memberikan servis agar rakyat sebagai konsumen tidak melulu komplain. Perlu dibuat perhitungan otomatis yang mencatat tepat di setiap meteran PLN di rumah2 dan kantor. Sekarang sdh tdk zaman, dan sulit celah petugas bermain nakal, maka mari bersihkan citra PLN dengan teknologi cerdas.

Keriuhan iuran listrik ini sampai membuat Kementrian BUMN turun tangan. Staf Khusus Men BUMN Arya Sinulingga sampai harus berstatement dengan tensi tinggi menantang bagi yang bisa membuktikan PLN curang menaikan tarif listrik. Cara komunikasinya seharusnya tdk seperti itu. Biarkan PLN sebagai Perusahaan Negara menyelesaikan masalahnya dengan konsumenya. Tidak perlu birokrasi sampai turun. Apalagi tensinya tinggi.

Penjelasan Menteri Erick Thohir masih lebih adem didengar. Reformasi mekanisme perhitungan ini harus menjadi concern super khusus. Kalau tidak, masalah yang sama akan terus terjadi kedepanya. PLN akan jadi ladang fitnah dari konsumen sendiri, akibat ketidaktahuan dan ketidaksampaian informasi. Membangun pembangkit listrik yang canggih triliunan saja bisa, masa urusan otomatisasi perhitungan Kwh tidak bisa?

PLN sebagai perusahaan jasa juga tidak boleh anti kritik. Kritik dari sumber masalah, hadir dan harus ditanggapi dengan paradigma membangun perusahaan menuju lebih baik. Kalaupun PLN belum bisa merealisasikan teknologi hitung otomatis secara menyeluruh, paling tidak dibuat mekanisme pengingatan melalui call center, dalam bentuk WA message , SMS, ataupun telepon, bagi pelanggan yang tdk tercatatkan meteranya. Semua demi kebaikan dan kemajuan PLN, serta kepuasan pelanggan.

“A Power Tends To Corrupt. Absolut Power, Tends To Corrupt Absolutely”
-John D Acton-

Wajar bila rakyat curiga atas uangnya. Maka agar tidak dicurigai PLN wajib berbenah. Liputan 6 2018 Menyampaikan bahwa, RI masuk 10 besar dengan tarif listrik termurah. Sayang bila fakta positif ini ternodai dengan ketidakpercayaan publik akibat komunikasi yg tdk baik. Trustness kepada konsumen harus dibangun. Atau haruskah Listrik di lempar ke Pasar agar rakyat bisa memilih perusahaan yang lebih mereka percayai? Sepertinya tidak, jangan sampai sumber pendapatan Negara melalui listrik untuk hajat orang banyak dikapitalisasi swasta.

PLN wajib jadi lebih baik. Layanan PLN 123 menjadi bukti perubahan PLN lebih baik. Namun pembenahan Penanganan konsumen di Kantor PLN tiap Kecamatan juga harus baik. Kebanyakan komplain dibuang ke 123, sehingga rakyat yang jauh2 datang jadi emosi dan tidak percaya. Kita masih percaya, PLN akan dan harus mengevaluasi kejadian ini. Kedepanya rakyat ingin merasa uangnya tetap aman, dan nama PLN tetap baik, karena rakyat merasa perusahaan listrik negara ini jujur dan tidak menyedot uang mereka.

Jadi Lebih Baik. Atau Kekuatan Suara Rakyat akan menampakan dirinya.

 
*) Follow Kami di GOOGLE NEWS Untuk Mendapatkan Berita Terkini Lainnya
 

Konten sponsor pada widget dibawah ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Sultrademo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

Pos terkait