Jakarta, Sultrademo.co – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mendorong adanya pengaturan tegas mengenai batasan pengajuan gugatan sengketa hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, langkah ini penting untuk menjaga efektivitas pemerintahan daerah serta efisiensi anggaran negara.
Dalam rapat kerja dan dengar pendapat bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025), Dede mengungkapkan perlunya regulasi dalam Undang-Undang Pilkada yang secara eksplisit membatasi waktu dan mekanisme pengajuan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP).
“Kita perlu mempertegas norma pembatasan gugatan paslon ke MK dalam UU Pilkada, agar proses penyelesaian sengketa tidak memakan waktu terlalu lama,” ujar Dede dilansir dari Tirto.id.
Dede mencontohkan, dalam pelaksanaan pilkada sebelumnya, terdapat sengketa yang memakan waktu lebih dari dua tahun. Hal ini, menurutnya, sangat tidak efektif dan berdampak langsung pada waktu kerja kepala daerah terpilih yang seharusnya digunakan untuk menjalankan program pembangunan.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti beban anggaran besar yang muncul akibat pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Beberapa daerah, katanya, bahkan telah mengeluhkan kekosongan dana untuk membiayai pelaksanaan PSU.
“Banyak daerah sudah mengeluhkan tak ada lagi alokasi anggaran untuk pemilihan ulang. Anggaran rakyat yang terpakai sangat besar, tapi hasil akhirnya pun belum tentu memuaskan,” katanya.
Dede pun berharap praktik PSU tidak menjadi sesuatu yang terus berulang. Ia mengingatkan, walaupun gugatan diajukan ke MK, belum tentu hasilnya sesuai dengan harapan pihak penggugat.
“Kita tidak ingin terjadi PSU di atas PSU. Setelah gugatan dilayangkan, kita juga tidak tahu seperti apa keputusan MK nantinya. Ini bisa menimbulkan ketidakpastian,” tegasnya.
Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi pada hari yang sama kembali menerima tujuh permohonan gugatan sengketa hasil Pilkada Serentak 2024. Di antara daerah yang mengajukan gugatan adalah Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Lawang, Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Kota Banjarbaru. Gugatan diajukan oleh sejumlah pasangan calon dan juga oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Kalimantan Selatan.
Situasi ini semakin memperkuat urgensi pembatasan mekanisme gugatan ke MK, demi menjaga stabilitas demokrasi lokal dan efisiensi penyelenggaraan pemilu ke depan.
Laporan : Arini Triana Suci R
Sumber : Tirto.id