Memburu Koruptor Hingga ke Antartika dan Mengantarnya Ke Tiang Gantungan
Catatan : Andi Hatta M. Paturusi
KORUPSI merupakan kejahatan yang masuk kategori extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Koruptor di Indonesia sudah seperti hama “TIKUS” yang bersarang di sejumlah lembaga negara, BUMN/BUMD dan perusahaan swasta. “TIKUS-TIKUS” ini sangat licik dan lihai mencuri dan memakan apa saja.
Bukan itu saja, “TIKUS-TIKUS” ini juga merusak sistem politik, pemerintahan, ekonomi, lingkungan hidup dan sosial kemasyarakatan.
Karenanya, korupsi tidak bisa dilihat hanya sekadar menghitung kerugian negara tapi lebih dari itu, dampak dan kerugian yang lebih luas terkait sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan lingkungan hidup bahkan juga pertahanan dan keamanan.
Hari itu, Sabtu 31 Agustus 2024, “TIKUS-TIKUS” yang selama ini menggerogoti aset dan keungan negara tersentak bagai mendengar guntur bergelagar katika mendengar pidato Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus presiden RI terpilih, Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi.
Sebagaimana dikutip di laman Kompas.com, Prabowo akan menyiapkan nggaran khusus untuk pemberantasan koruptor. Hal itu disampaikan Prabowo dalam acara penutupan Rapimnas Partai Gerindra Sabtu, (31/8/2024). “Kalaupun dia (koruptor) lari ke Antartika, aku kirim pasukan khusus untuk nyari mereka di Antartika,” katanya.
Di sisi lain, rakyat menyambut gembira dan penuh suka cita sekaligus harapan ketika Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi dan menyiapkan pasukan khusus untuk memburu koruptor hingga ke antartika.
Ucapan Prabowo itu benar-benar diimplementasikan dalam pemerintahannya. Pasukan Presiden Prabowo telah bergerak hingga sejumlah “TIKUS” yang selama ini menggerogoti aset dan keuangan negara diringkus satu-satu.
“TIKUS-TIKUS” yang berhasil diringkus ini terbukti telah memakan aset dan merugikan keuangan negara. Ada yang terbukti mencuri dan makan timah senilai Rp 300 T, ada yang mencuri dan minum bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp 968,5 T.
Sebelumnya juga sudah ditemukan “TIKUS” yang mencuri dan memakan emas, asuransi, sawit, minyak goreng, BTS dll.
Diberbagai tempat ada juga yang mencuri dan memakan batu bara, nikel, besi, tembok, aspal, dan tak sedikit yang mencuri dan memakan uang kontan hingga berdos-dos.
Hukum Mati dan Miskinkan Koruptor
Tidak cukup hanya memburu dan menangkap koruptor, tapi lebih dari itu harus dihukum berat hingga memberi efek jera. Untuk mendukung hukuman berat bagi para maling kelas kakap itu, sudah selayaknya Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang pemberantasan korupsi dengan ancaman hukuman minimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati atau potong tangan (sesuai motif dan jumlah uang yang dicuri) serta merampas semua asetnya sesuai jumlah kerugian negara yang dicuri.
Belajar dari kasus korupsi timah yang nilainya mencapi 300 T, Harvey Moeis hanya divonis 6,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor di PN Jakarta. Meski pada tingkat banding, Harvey Moeis divonis 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar serta kewajiban membayar uang pengganti Rp 420 miliar.
Hukuman 20 tahun penjara, denda Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp. 420 miliar itu masih sangat ringan dan tidak memenuhi rasa keadilan jika dibandingkan dengan kerugian negara sebesar Rp 300 T. Memang Harvey bukan sendirinya, tapi semestinya denda dan uang pengganti dari komplotan maling timah itu totalnya harus mencapai 300 T.
Selain masalah korupsi, konflik agraria dan perusakan lingkungan juga merupakan hal yang mendesak untuk segera ditangani. Pembukaan lahan untuk perkebunan sawit, pembangunan pemukiman serta pengerukan tambang menjadi bagian tak tak terpisahkan dengan konflik agraria dan kerusakan lingkungan hidup.
Bahkan kasus yang sempat viral adanya pemagaran laut dan perampasan lahan warga di Tangerang, Banten oleh perusahaan property yang diduga terkait dengan PSN PIK 2. Kasus pemagaran laut dan reklamasi pantai juga terjadi di bekasi Jawa Barat dan sejumlah tempat dalam wilayah NKRI. Demikian juga konflik agraria antara perusahaan dengan rakyat dan antara pemerintah dengan rakyat dengan alasan investasi dan pembangunan.
Kasus pemagaran laut di Tengerang, Banten tidak bisa dilihat hanya sebagai kasus pidana dan perdata biasa/kesalahan administrasi, sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan membayar ganti rugi Rp 48 miliar seperti yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono tapi harus diusut tuntas, tangkap dan adili semua yang terlibat termasuk pemilik dan otak intlektualnya.
Pemagaran laut dan terbitnya SHGB di atas laut menunjukkan adanya komplotan mafia yang menjual tanah air dan kedaulatan negara.
Dari berbagai kasus korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, perampasan tanah rakyat termasuk pemagaran laut menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan negara. Untuk itu, rakyat berharap, Presiden Prabowo tak hanya mengejar koruptor hingga ke Antartika tapi juga mengantarnya ke tiang gantungan. Sebagai mantan Danjen Kopassus yang digelari Macan Asia, diharapkan tidak hanya memburu “tikus” tapi juga bisa menyergap, memburu dan menerkam “monyet” serakah, “babi” tamak, “anjing” rakus serta naga oligarki yang mencengkram tanah air, kekuasaan dan menebar teror.
Pencegahan dan Pendidikan Anti Korupsi
Untuk memotong dan menghentikan prilaku korupsi tidak bisa hanya melalui penindakan tapi juga melalui pencegahan dan pendidikan anti korupsi.
Pencegahan bisa dilakukan dengan mendorong adanya transparansi dan keterbukaan informasi dalam pengelolaan negara termasuk tata kelola BUMN/BUMD. Harus ada regulasi yang menjamin keamanan dan kesalamatan rakyat yang proaktif melakukan pengawasan tata kelola pemerintahan, khususnya dugaan adanya tindak pidana korupsi.
Jangan sampai keaktifan masyarakat dalam mengawasi penyelenggaraan negara serta pelaporan atas dugaan tindak pidana korupsi justru dikriminalisasi.
Selain keaktifan masyarakat, pemerintah sendiri harus melakukan pengawasan melekat dengan menerapkan pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan demikian, pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi penyebab dan perilaku korupsi, serta mengenali modus operandinya.
Selain pencegahan, pendidikan karakter, budi pekerti dan pendidikan anti korupsi harus dimasukkan dalam kurikulum pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) hingga perguruan tinggi (PT).
Anak-abakk sejak dini diajarkan dan dididik menjadi pribadi unggul yang betintegtitas, berempati dan kreatif. Bukannya membiarkan bahkan menggiring anak-anak untuk hidup hedonis, joget-jogetan, pergaulan dan seks bebas, saling membully bahkan tak sedikit yang terjerat minuman keras, natkoba dan kriminal.
Pendidikan karakter tidak hanya mendidik anak-anak dan remaja menjadi pribadi yang berintgeritas, berempati, disiplin, kreatif dan berakhlak mulia, tapi juga memotivasi untuk membangun sistem sosial, ekonomi, budaya dan politik dalam bermasyarakat, berbangsa dan benegara yang baik, jujur, transparan dan anti korupsi. *Andita*