Kendari, Sultrademo.co – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Kendari serukan solidaritas sesama elemen baik mahasiswa, pemuda dan masyarakat untuk merespon yang sedang berlangsung dan carut carut sekarang ini.
Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya menuturkan, hal tersebut akan terjadi gelombang massa yang cukup besar, atas dasar kekecewaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan yang sedang berjalan saat ini. “Saya melihat fenomena gerakan mahasiswa kali ini bukan jumlah besarnya tapi solidaritas untuk merespon situasi bangsa dan dinamika politik yang tidak menginginkan dinasti dan oligarki terus melanggengkan kekuasaan,” tuturnya. (23/08)
Ini menunjukkan unsur unsur mahasiswa yang turun memang yang punya basis dan organ yang mengakar di kampusnya masing masing. Yang sudah terlatih berorganisasi dan membuat jejaring. Sekaligus terbiasa taat barisan dan disiplin. Tanpa harus kehilangan wataknya sebagai anak anak muda.
“Tetapi meksipun demikian, gerakan mahasiswa juga harus tetap waspada dan hati-hati agar tidak terus menerus menjadi korban dari represif aparat dan elit politik yang berpotensi menunggangi gerakan tersebut,” Bebernya.
Inilah yang membuat arus gerakan massif, meski terpencar di berbagai titik dan wilayah, namun terorganisir dengan baik, berdisiplin dan satu komando.
Hal ini membuktikan organ organ ekstra kampus yang hingga kini masih secara konstan melakukan kaderisasi kepemimpinan secara reguler baik tingkat dasar dan menengah, masih tetap jadi rujukan dan referensi dalam menyusun perangkat dan sarana aksi gerakan.
Melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora soal UU Pilkada.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyebut partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah walaupun tidak memiliki kursi di DPRD dan juga MK telah memutus Perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian syarat batas usia calon kepala daerah yang diatur Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada yang dimana MK menolak permohonan dari dua mahasiswa
Fahrur Rozi dan Anthony Lee, yang sebelumnya meminta Mahkamah konstitusi mengembalikan tafsir syarat usia calon kepala daerah sebelum adanya putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.
Bahwa putusan MK saat ini menjadi sebuah isue yang sedang meruncing dipermukaan serta diperbincangkan dikalangan masyarakat hingga akademisi. Hal ini tidak lepas dari sifat progresifitas hakim MK yang melakukan terobosan hukum.
Melihat kondisi saat ini, memandang bahwa Putusan MK sudah final dan mengikat secara erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali. Oleh sebab itu, semua pihak termasuk dalam hal ini DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, maupun masyarakat luas harus mematuhi isi putusan MK.
Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya
merespon urgensi saat ini bahwa DPR RI mengagendakan Rapat Paripurna yang bersifat penting padahal jelas-jelas putusan tersebut tidak bisa di ganggu gugat dan bersifat final.
“Jangan sampai ada upaya konspirasi dan skenario para elit politik untuk memanfaatkan situasi ini. Mengapa tidak DPR RI saat ini sedang mengadakan Pembahasan Rapat Paripurna membahas Rancangan Undang-undang Tentang Perubahan Keempat Atas UU No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Undang-Undang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur,Bupati,Walikota Menjadi Undang-Undang,” katamya.
Bahwa atas hal tersebut pihaknya menduga adanya indikasi Pelecehan Konstitusi oleh DPR RI yang notabennya mengatasnamakan perwakilan rakyat namun tidak pro terhadap rakyat, sebab amar putusan MK Ini sudah bersifat final. Perlu disadari demokrasi kita sedang sekarat, kebebasan kita diinjak-injak, hak konstitusional kita dijegal oleh bandit-bandit demokrasi kita tidak boleh tunduk, diam dan kemudian kalah.
“Pilkada sebagai instrumen dan sarana memilih pemimpin yang akan di legitimasi oleh rakyat di meriahkan dengan hiruk pikuk pergulatan kepentingan kekuasaan dan aspirasi sosial masyarakat lokal. Iming-iming pemenuhan hak sipil dan politik pilkada begitu menggairahkan. Makanya itu, sebagai warga negara merasa penting untuk melek terhadap politik dan terus memberikan edukasi satu sama lain,” Beber Rasmin Jaya.
Karena semua warga negara pada akhirnya menentukan siapa yang akan memimpin daerah nya selama 5 tahun. Meskipun demokrasi lokal kembali berpotensi mengalami degradasi, disorientasi, saat yang bermain pada pilkada hanyalah orang-orang konglomerasi yang menyuburkan lahan-lahan oligarki dan feodalisme kapital.
Kabid Agitasi Dan Propaganda DPC GMNI Kendari, Risal Mengatakan sangat di sayangkan jika mahalnya proses demokrasi dan ongkos politik ternyata harus di bayar dengan kebusukan produk pilkada langsung yang di tumpangi oleh kepentingan kapital.
“Maka dengan demikian kami mengajak seluruh rakyat indonesia untuk ikut mengawal putusan MK dan demokrasi kita dari rezim yang telah terang benderang menampilkan kebusukannya,” tegasnya.
Sebagai anggota dan kader yang ada di seluruh Indonesia, ia berpesan untuk terlibat secara aktif dalam mengawal proses demokrasi dan cita-cita reformasi agar apa yang di harapkan bersama dalam momentum memilih pemimpin ini tidak ditumpangi oleh elit-elit yang mempunyai kepentingan sesaat dan hasrat kekuasaan. (*)