Membaca Sikap Presiden Prabowo, Antara Komitmen dan Tekanan
Catatan: Andi Hatta M. Paturusi
Sultrademo.co – Dalam beberapa pernyataan Presiden Prabowo bisa jadi menunjukkan komitmen tapi juga kegelisahan. Komitmen seorang jenderal yang berdarah merah putih –yang mengepankan kepentingan rakyat, bangsa dan negara, seorang mantan panglima Kostrad (Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat) dan Kopassus (Komando Pasukan Khusus) — tentu menguasai Ideopolstratak.
Namun di sisi lain, sebagai seorang politisi sekaligus presiden ada begitu banyak kepentingan mengelilinginya, bahkan juga menyandranya, baik dalam konyeks politik nasional, regional maupun internaaional.
Komitmen Prabowo untuk memberantas korupsi begitu menggelegar. Saat menutup Rapimnas Partai Gerindra, Sabtu, 31 Agustus 2024 lalu, Prabowo mengaku akan menyiapkan anggaran khusus untuk pemberantasan dan pengejaran koruptor. Bahkan akan menyiapkan pasukan khusus untuk memburu moruptor hingga ke Antartika.
Di kesempatan lain, Presiden Prabowo Subianto mengeritik vonis ringan yang diberikan hakim untuk para koruptor yang merugikan negara ratusan triliun.
Kritikan yang disampaikan Prabowo itu mengarah pada kasus Harvey Moeis, dimana Hakim hanya memvonis Harvey 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun, meski kemudian bertambah jadi 20 tahun penjara ditingkat banding tapi denda dan uang pengembalian sangat tidak sebanding.
Komitmen Presiden Prabowo soal pemberantasan korupsi ini belum sampai pada level regulasi dan tindakan. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan aset bagi koruptor hingga saat ini belum juga disahkan, padahal semua fraksi di DPR RI masuk dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) kecuali PDIP. Kalau pun mengalami hambatan di DPR, Presiden Prabowo bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Kualitas dan kuantitas korupsi selama satu dekade pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi sudah sangat brutal. Korupsi Asabri Rp 22 T dan Jiwasraya 17 T, sawit/CPO Rp 12 T, korupsi timah Rp. 300 triliun, korupsi pertamina Rp. 968,5 triliun. Belum lagi korupsi di Antam, PLN dan BUMN lain serta di berbagai lembaga pemerintahan maupun korporasi. Bahkan terakhir benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan juga sudah jebol dengan ditangkapnya hakim dan panitra terkait “jual-beli” hukum.
Korupsi kelas kakap adalah kejahatan luar biasa yang jauh lebih biadab dibanding teroris kelas bom panci. Untuk itu, dalam memberantas korupsi juga harus dilakukan secara luar biasa dengan hukuman mati atau potong tangan serta memiskinkan para pelakunya.
Bayangkan bila korupsi bisa diberantas, aset koruptor dirampas, nasionalisasi atau tata kelola sumberdaya alam (SDA) yang profesional, jujur, akuntabel dan transparan khusuanya sektor tambang, perkebunan dan kalautan, maka penerimaan negara akan mencapai puluhan ribu triliun.
Satir Prabowo
Ditengah desakan rakyat untuk membuktikan janji dan komitmennya memberantas korupsi, tiba-tiba prabowo melemah. Prabowo mengatakan akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang yang telah dicurinya kepada negara.
Selain itu, Prabowo mengaku kasihan sama anak dan istri para koruptor jika hartanya dirampas.
Presiden Prabowo tidak perlu kasihan sama anak istri koruptor karena aset yang akan dirampas negara hanya sesuai jumlah yang dikorupsi. Presiden semestinya kasihan sama jutaan anak dan rakyat indonesia yang menderita karena hak-haknya dirampok oleh para koruptor biadab, serakah, rakus dan tamak.
Penegakan hukum dan keadilan memang harus dikedepankan, makanya aset koruptor yang harus dirampas sesuai jumlah yang dikorupsi dan tentu saja hukuman berat harus tetap kenakan sehingga ada efek jera.
Ketika mahasiswa dan rakyat menuntut agar Jokowi ditangakp dan diadili, Probowo dalam HUT Gerindra ke-17 Gerindra di Sentul, Jawa Barat, Sabtu (15/2/2025) justru teriak lantang “hidup Jokowi”. Logikanya, Prabowo melawan arus asprasi rakyat.
Demikian halnya ketika sekelompok aktivis berencana mendatangi kampus UGM dan rumah Jokowi di Solo, saat yang bersamaan tiba-tiba Ketua Umum DPP Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Hercules Rosario de Marshal juga bertamu ke rumah Jokowi. Meski dengan judul mengunjungi teman lama, Hercules juga mengomentari ijazah Jokowi. Dia yakin ijazah Jokowi asli, alasannya sudah jadi wali kota, gubernur hingga presiden.
Kalau pakar sekelas Hercules sudah ikut campur dalam hal dugaan ijazah palsu Jokowi, maka pakar mana lagi yang bisa membantah? Apalagi Hercules sudah menegaskan bahwa tidak ada yang bisa menangkap Jokowi selama dirinya masih hidup.
Kehadiran Hercules dan pasukannya di rumah Jokowi di Solo justru semakin memperkuat dugaan bahwa ijazah Jokowi memang bermasalah. Kalau ijazah asli dan benar, kenapa mesti melibatkan pakar sekelas Hercules?
Dan yang perlu dicatat bahwa Kehadiran Hercules dan rombongannya di Solo tentu atas sepengetahuan dan izin Prabowo. Publik tahu bahwa Hercules adalah teman dan pendukung setia Prabowo.
Bukankah sikap melemah terhadap koruptor, pekik “hidup Jokowi” dan kunjungan Hercules ke rumah Jokowi di Solo sebagai satir?
Kehadiran Hercules di rumah Jokowi saat sejumlah aktivis kembali menuntut pembuktian keaslian ijazah sarjana jokowi di UGM, selain bisa bermakna sindiran dan jebakan, Prabowo sesungguhya butuh dukungan penuh dari rakyat untuk memadamkan matahari kembarannya.
Selain itu, Prabowo sesungguhnya butuh dukungan penuh rakyat untuk memberantas korupsi, mafia agraria termasuk menghentikan cengkraman oligarki. Diamnya Prabowo terhadap Peoyek Strategis Nasional (PSN) yang bermasalah, khususnya kasus Rempang, Kapling dan pemagaran laut di Tengerang, Bekasi, Morowali dan di sejumlah daerah bisa menjukkan bahwa Prabowo tidak percaya diri untuk menghentikan cengkraman oligarki atau bisa jadi itu bagian dari balas jasa.
Mungkin Prabowo lupa bahwa dia menang 58 persen, maski dia akui kemenangannya dalam Pilpres 2024 tidak lepas dari dukungan Jokowi. Terlepas dari apa, bagaimana dan seberapa besar kontribusi Jokowi terhadap Kemenangan Pasangan Prabowo-Gibran, Prabowo harusnya melepaskan diri dari intervensi dari pihak mana pun sepanjang konsiten menjalankan konstitusi.
Prabowo tidak perlu ragu apalagi takut untuk menjalankan amanat konstitusi. Sepanjang kebijakan dan programnya untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara, rakyat pasti mendukung dan siap berjuang bersama.
Matahari Kembar
Tak bisa dipungkiri bahwa pengaruh Presiden RI ke-7, Joko Widodo alias Jokowi dalam politik dan pemerintahan masih cukup kuat. Selain karena putranya, Gibran Rakabuming Raka duduk sebagai wakil presiden, juga sejumkah loyalisnya masih dipakai Prawbowo dalam Kabinet Merah Putih, diantaranya; Muhammad Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri, . Budi Gunadi Sadikin, sebagai Menteri Kesehatan, Airlangga Hartarto, sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Erick Thohir, sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Sakti Wahyu Trenggono, sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Pratikno sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Raja Juli Antoni sebagai Menteri Kehutanan, dan Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Koperasi, Bahlil Lahadalia, sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain itu, ada Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia dan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri. Para menteri yang berkunjung ini diketahui loyalis Jokowi yang kesemuanya juga adalah mantan pembantunya Kabinet Jokowi Indonesia Maju. Agar tidak terkesan pilih kasih, semestinya para menteri ini juga beesilaturrahim ke rumah Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai mantan preaiden senior.
Jokowi tampaknya masih diperlakukan layaknya seorang presiden. Saat mengunjungi pengolahan sampah plastik di Desa Kasilib, Jawa Tengah, Senin 7 Januari 2025, Jokowi pendapat pengamanan ketat dari aparat keamanan.
Tidak ada masalah dengan kunjungan itu karena siapa pun boleh berkunjung, namun yang menjadi pertanyaan, kenapa pengamanannya harus melibatkan ratusan personil TNI dan Polri. Kalau alasan penghormatan dan penghargaan kepada mantan presiden kenapa tidak ada perkakukan yang sama kepada Bambang Susilo Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri yang juga mantan Presiden?
Baru- baru ini, Jokowi kembali memperlihatkan kedudukannya sebagai mata hari kembar dalam pemerintahan Prabowo dimana Peserta Didik Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Serdik Sespimmen) Polri Pendidikan Reguler ke-65 menemui Presiden RI ke-7 itu di rumahnya, Sabtu 19 April 2025.
Lagi-lagi dalam konteks silaturrahim, tidak ada masalah. Pertanyaannya, dalam kapasitas apa Jokowi dikunjungi para Serdik Sespimmen Polri tersebut. Jika untuk minta pengarahan, kenapa bukan ke Prabowo sebagai presiden? atau kenapa tidak melakukan kunjungan ke Magawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai mantan presiden senior? ***