Jakarta, Sultrademo.co — Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, menjalani pemeriksaan terkait dugaan pemerasan sebesar Rp20 miliar dalam kasus pembunuhan yang menjerat Arif Nugroho (AN) alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto.
Saat ini, Bintoro ditempatkan dalam penempatan khusus (patsus) oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya guna keperluan penyelidikan.
Selain Bintoro, tiga mantan anggota Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Selatan lainnya, yaitu G (mantan Kasat Reskrim), Z (Kanit Resmob), dan ND (Kasubnit Resmob), juga dijatuhi sanksi serupa serta dimutasi dari jabatan mereka.
“Terhadap yang bersangkutan dan tiga orang lainnya telah dimutasi dari jabatan dan ditempatkan dalam patsus di Bidang Propam Polda Metro Jaya,” ujar Kepala Bidang Propam Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Radjo Alriadi Harahap dilansir dari cnnindonesia.com, Rabu (29/1/2025).
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa sidang kode etik terkait kasus dugaan pemerasan ini akan segera digelar. Namun, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi, belum mengungkapkan kapan sidang tersebut akan dilaksanakan.
Dalam penyelidikan kasus dugaan pemerasan ini, penyidik telah melakukan klarifikasi terhadap korban. Berdasarkan keterangan yang diperoleh, ditemukan indikasi keterlibatan pihak lain di luar Bintoro.
“Menemukan dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut,” ujar Ade Ary tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Di tengah proses penyelidikan kasus ini, Polda Metro Jaya juga menerima laporan dugaan tindak pidana penipuan yang diduga berkaitan dengan perkara tersebut. Laporan ini diajukan oleh PM, kuasa hukum dari tersangka AN.
“Polda Metro Jaya telah menerima laporan polisi LP/B/612 tanggal 27 Januari terkait dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan serta pencucian uang yang dilaporkan oleh Saudara PM, dengan terlapor Saudari EDH,” ungkap Ade Ary.
Dalam laporan tersebut, EDH diduga meminta AN menjual mobilnya untuk keperluan penanganan kasus hukum. AN kemudian meminta hasil penjualan mobil tersebut ditransfer kepadanya dengan nilai Rp3,5 miliar. Namun, hingga kini uang tersebut tak kunjung diterima oleh AN, sementara mobilnya juga tidak dikembalikan.
“Korban merasa dirugikan sebesar Rp6,5 miliar,” ujar Ade Ary.